>Kuantum Energi Baitullah

28 03 2011

>

Dalam bahasa ilmu Tasawuf, Kiblat kita itu ada 4 yaitu :

  1. Ka’bah (syariat), 
  2. Qalbu (Thariqat), 
  3. Mursyid (hakikat) dan 
  4. Allah SWT (makrifat).

Kuantum Energi Baitullah adalah Sinergi antara Baitullah di Alam Makrokosmos yaitu Ka’bah dan Baitullah di Alam Mikrokosmos yaitu Qalbu.

Apakah Baitullah itu ? Baitullah itu artinya adalah rumah ALLAH. Di manakah Baitullah yang kita kenal … ? Baitullah yang kita kenal itu adalah Ka’bah, yang ada di mesjidil Haram. Kalau begitu artinya, Baitullah itu jauh. Bukankah ALLAH mengatakan dalam Al-Quran, bahwa ALLAH itu dekat, bahkan lebih dekat kepadamu dari pada urat lehermu,…….. tapi kenapa mengatakan bahwa rumah-NYA jauh.. ? Kalau ALLAH dekat kepadamu melebihi dekatnya urat lehermu, harusnya rumah-NYA pun dekat bersamamu. Bagaimana menurutmu..?

ALLAH telah berfirman dalam hadits qudsi,
Qalbul mukmin Baitullah.”
“Qalbu orang yang beriman itu adalah rumah ALLAH.”

Tidak dapat memuat dzat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali “Hati” hamba-Ku yang mukmin, lunak dan tenang
(HR Abu Dawud ).

Berarti rumah ALLAH itu ada dua. Ada yang jauh dan ada yang dekat. Ada yang simbolik dan ada yang sebenarnya. Ada yang syariat dan ada yang hakikat. Kita akan merasakan betapa nikmatnya berkunjung ke Baitullah yang di Makkah, apabila kita telah dapat berkunjung ke Baitullah yang sebenarnya yang ada pada diri kita. Kita akan merasakan nikmatnya berkunjung ke Baitullah yang Syari’at apabila telah pernah berkunjung ke Baitullah yang hakikat.

Dan adalah sebuah karunia yang besar bila kita dimampukan oleh Allah untuk dapat berkunjung kepada kedua Rumah Allah tersebut. Sinergi antara dua baitullah inilah yang insya Allah nantinya akan menciptakan sebuah Energi Resultante berupa Lompatan Quantum Energi SULTHONAN NASHIROH yang sangat besar. Keseimbangan yang harmonis antara energi makrokosmos dengan energi mikrokosmos ini akan membuat Seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrowi kita. Sedangkan energi Resultantnya akan memberikan kekuatan yang di sebut “ENERGI SULTHONAN NASHIROH” yang akan memampukan kita untuk menembus batasan-batasan langit yang selama ini membatasi jangkauan pandangan bathiniah kita. Terbukalah sebuah cakrawala baru yang lebih indah dan luas terbentang di depan mata bathin kita, yang akan mengantarkan kita untuk lebih mudah dalam mencapai kesuksesan abadi yaitu sukses di dunia dan sukses di akhirat.

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

“Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”( QS. Ar Rahmaan : 33 )

وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَاناً نَّصِيراً

“Dan katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (سُلْطَاناً نَّصِيراً )( QS. Al Israa’ : 80)

Diriwayatkan oleh Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa suatu hari ketika Syaikh Abu Yazid al-Busthami sedang dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau mengunjungi seorang sufi di Bashrah. Secara langsung dan tanpa basa-basi, sufi itu menyambut kedatangan beliau dengan sebuah pertanyaan: “Apa yang anda inginkan hai Abu Yazid?”.

Syaikh Abu Yazid pun segera menjelaskan: “Aku hanya mampir sejenak, karena aku ingin menunaikan ibadah haji ke Makkah”.
“Cukupkah bekalmu untuk perjalanan ini?” tanya sang sufi.
“Cukup” jawab Syaikh Abu Yazid.
“Ada berapa?” sang sufi bertanya lagi.
“200 dirham” jawab Syaikh Abu Yazid.

Sang sufi itu kemudian dengan serius menyarankan kepada Syaikh Abu Yazid: “Berikan saja uang itu kepadaku, dan bertawaflah di sekeliling hatiku sebanyak tujuh kali”.

Ternyata Syaikh Abu Yazid masih saja tenang, bahkan patuh dan menyerahkan 200 dirham itu kepada sang sufi tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Selanjutnya sang sufi itu mengungkapkan: “Wahai Abu Yazid, hatiku adalah rumah Allah, dan ka’bah juga rumah Allah. Hanya saja perbedaan antara ka’bah dan hatiku adalah, bahwasanya Allah tidak pernah memasuki ka’bah semenjak didirikannya, sedangkan Ia tidak pernah keluar dari hatiku sejak dibangun oleh-Nya”.

Syaikh Abu Yazid hanya menundukkan kepala, dan sang sufi itupun mengembalikan uang itu kepada beliau dan berkata: “Sudahlah, lanjutkan saja perjalanan muliamu menuju ka’bah” perintahnya.

Syaikh Abu Yazid al-Busthami adalah seorang wali super agung yang sangat tidak asing lagi di hati para penimba ilmu tasawuf, khususnya tasawuf falsafi. Beliau wafat sekitar tahun 261 H. Sedangkan Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi (yang meriwayatkan kisah di atas) adalah juga seorang wali besar (wafat tahun 645 H.) yang telah banyak menganugerahkan inspirasi dan motivasi spiritual kepada seorang wali hebat sekaliber Syaikh Jalaluddin ar-Rumi, penggagas Tarekat Maulawiyah (wafat tahun 672 H.).

PUSARAN ENERGI KA’BAH

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya.” (QS. Al-An’am: 92)

Dalam ayat lain, yakni pada Surat asy-Syura ayat 7, Allah juga menyebut Makkah dengan Ummul Qura, dan negeri-negeri lain dengan “negeri-negeri di sekelilingnya”.

Mengapa Allah menyebut Makkah sebagai Ummul Qura (induk kota-kota)? Mengapa Allah menyebut daerah selain Makkah dengan kalimat “negeri-negeri di sekelilingnya”?

Dipastikan melalui berbagai penemuan mutakhir di abad ini bahwa hal itu terkait dengan pusat bumi dan hal-hal yang mengelilinginya. Kata “Ummul Qura’” berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, sementara yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam.

Sebagaimana seorang ibu yang menjadi sumber keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain. Selain itu, kata “ibu” memberi Makkah keunggulan di atas semua kota lain. Karena Makkah juga disebut Bakkah, tempat di mana umat Islam melaksanakan haji itu, terbukti sebagai tempat yang pertama diciptakan.

Telah menjadi kenyataan ilmiah bahwa bola bumi ini pada mulanya tenggelam di dalam air (samudera yang sangat luas). Kemudian gunung api di dasar samudera meletus dengan keras dan mengirimkan lava dan magma dalam jumlah besar dan membentuk “bukit”. Bukit inilah yang kemudian menjadi tempat Allah memerintahkan untuk menjadikannya lantai dari Ka’bah (kiblat). Batu basal Makkah dibuktikan oleh suatu studi ilmiah sebagai batu paling purba di bumi.

Jika demikian, ini berarti bahwa Allah terus-menerus memperluas dataran ini. Adakah hadits nabi yang menunjukkan fakta mengejutkan ini? Jawabannya adalah “ya!” Nabi bersabda, “Ka’bah itu seperti tanah di atas air, dari tempat itu bumi ini diperluas.”

Menjadi tempat yang pertama diciptakan menambah sisi spiritual tempat tersebut. Allah telah memuliakan Makkah saat Dia menjadikannya sebagai pusat ibadah umat Islam, terutama ibadah haji. Allah juga berkehendak menjadikan rumah yang digunakan untuk menyembah-Nya terletak di Makkah, sebagai kota tujuan umat muslim dalam haji dan umrah.

Ketika seseorang beribadah Haji, salah satu cita-citanya adalah berdoa di Multazam. Ini adalah tempat yang paling Mustajab untuk berdoa kepada Allah. Mulatzam adalah suatu tempat di dekat Ka’bah, antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. Konon berdoa di sini gampang dikabulkan oleh Allah. Dan bisa dipastikan semua orang yang bertawaf menyempatkan diri berdoa di Multazam ini. Adakah rahasia yang bisa dijelaskan? Kenapa berdoa di tempat ini begitu Mustajab? Bapak AGUS MUSTOFA, di dalam bukunya yaitu Serial Diskusi Tasawwuf Moderen yang berjudul PUSARAN ENERGI KA’BAH berpendapat bahwa ada 3 faktor yang menyebabkan Multazam menjadi tempat yang Mustajab.

Yang Pertama adalah FAKTOR NABI IBRAHIM.
Ka’bah dibangun oleh Nab IBrahim dan Putranya yang bernama Nabi Ismail. Nabi Ibrahim adalah manusia yang berhati lembut, sehingga karyanya menjadi suatu karya yang Besar dan mempunya Energi yang sangat Besar pula. Lalu apa hubungannya? Secara Logika diibaratkan dengan batang besi yang digosok-gosokkan oleh magnet. Jika batang besi tersebut digosok-gosok magnet, maka batang besi biasa itu akan berubah menjadi magnet juga. Meskipun kemagnetan bisa hilang, namun kalau digosok berulang-ulang selama kurun waktu yang panjang maka besi biasa itu bisa menjadi magnet permanen. Seperti itulah Nabi Ibrahim dengan Ka’bah, sehingga ka’bah menyimpan energi Nabi Ibrahim yang positif.

Ke dua FAKTOR HAJAR ASWAD.
Hajar Aswad artinya Batu Hitam. Ia ditempatkan di sebuah lubang di salah satu bangunan Ka’bah. Konon, batu hitam itu turun dari langit. Diduga, ini adalah batu meteor yang memiliki kadar logam yang sangat tinggi. Pada jaman dahulu, pembuat keris sering menggunakan batu meteor sebagai bahan membuat senjata, karena logamnya diketahui memiliki kualitas yang sangat tinggi. Hajar Aswad berfungsi sebagai “pintu” masuk dan keluarnya energi ka’bah, karena ia memiliki daya hantar elektromaknetik yang sangat tinggi. Orang yang paling dekat dengan Hajar Aswad itulah yang mengalami pengaruh paling besar dan doanya paling cepat dikabulkan. Disitulah letak Multazam.

Ke tiga JUTAAN MANUSIA YANG BERTAWAF.
Sesungguhnya setiap perbuatan manusia selalu menghasilkan gelombang elektromagnetik. Energi itu selalu memancar ketika kita melakukan hal apapun, termasuk ketika kita berdoa. Hal itu karena di dalam tubuh kita terdapat bio electron yang selalu berputar pada orbitnya di setiap atom-atom penyusun tubuh kita. Di sisi lain, ternyata jutaan orang yang berthawaf menyimpan energi yang sangat besar. Digambarkan dalam ilmu fisika yang disebut dengan “kaidah tangan kanan”.

Kaidah Tangan Kanan mengatakan:
“Jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan muncul medan gelombang elektromagnetik yang mengarah ke atas.” Hal ini, dalam Kaidah Tangan Kanan, digambarkan dengan sebuah tangan yang menggenggam empat jari, dengan ibu jari yang tegak ke atas. Empat jari yang menggenggam itu diibaratkan sebagai arah putaran arus listrik, sedangkan ibu jari itu digambarkan sebagai arah medan elektromagnetik.

Orang-orang yang bertawaf mengelilingi ka’bah berputar berlawanan dengan arah jarum jam. Atau dalam kaidah tangan kanan itu mengikuti putaran empat jari yang menggenggam. Satu manusia saja yang bertawaf bisa menghasilkan energi karena di dalam tubuhnya mengandung bio electron, apalagi kalau berjuta-juta orang yang berthawaf? Jelas energi yang dihasilkan akan semakin besar. Sedangkan Hajar Aswad yang berada di tengah ka’bah terjadi medan elektromagnetik yang mengarah ke atas. Kenapa? Karena Hajar Aswad berfungsi sebagai konduktornya, seperti yang dijelaskan dalam Kaidah Tangan Kanan. Orang yang berada di dekat Multazam, bagaikan seorang penyiar radio yang sedang bertugas. Dia berada di depan ‘microfon’ Hajar Aswad. Maka ketika dia sedang berdoa, pancaran energi doanya itu akan ditangkap oleh superkonduktor Hajar Aswad untuk kemudian dipancarkan bersama-sama gelombang elektromagnetik yang mengarah ke atas akibat aktifitas orang berthawaf. Maka energi itu akan ‘menumpang’ gelombang elektromagnetik yang keluar dari ka’bah itu, mirip dengan pancaran radio yang. Kekuatan doa akan menjadi berlipat-lipat kali, karena dibantu oleh Power yang sangat luar biasa dari ka’bah menuju Arsy Allah. Dalam hal ini, Ka’bah telah berfungsi sebagai system pemancar radio. Karena power yang besar itu pula, maka berdoa di di Multazam menjadi sedemikian Mustajab. Doa itu jauh lebih cepat samapai kepada Allah, dan cepat pula mendapat balasannya. Karena itu ‘jangan sembrono melakukan perbuatan di Mekkah, karena respon atas perbuatan kita itu sedemikian spontan. Hal ini telah banyak dibuktikan oleh orang-orang yang melakukan ibadah haji.

Ke Empat KA’BAH SEBAGAI KIBLAT SHALAT.
Orang yang melakukan Sholat di seluruh dunia memancarkan energi yang positif. Apalagi mereka semua selalu berkiblat ke Ka’bah. Sholat kita mengikuti pergerakan matahari, artinya, setiap saat sesuai dengan gerakan matahari itu selalu ada yang sholat. Jika sekarang kita sholat Dhuhur, maka sesaat kemudian, orang islam yang berada lebih ke barat dibandingkan Indonesia akan melakukan sholat Dhuhur. Demikian pula beberapa saat kemudian, wilayah yang lebh ke barat lagi akan memasuki waktu dhuhur, dan seterusnya. Setiap saat selalu ada orang yang sedang sholat menghadap ke Ka’bah dimanapun dia, atau sholat apapun dia. Akibatnya, ada sebuah resonansi energial antara orang yang sedang sholat dan ka’bah, yang disebut dengan medan elektromagnetik. Setiap saat. Jadi bisa Anda bayangkan betapa besarnya energi yang terpancar dari ka’bah akibat berbagai aktifitas di atas. Yaitu, energi-energi yang disebabkan oleh factor Ibrahim, Faktor orang yang berthawaf, Faktor Hajar Aswad, dan Faktor oranng-orang yang melakukan Sholat.

Source : berbagai sumber


Aksi

Information

Tinggalkan komentar